Senin, 28 Mei 2012

TDS Meter


TDS Meter

Air adalah molekul yang paling banyak ada di alam. Bahkan tubuh manusia sendiri tersusun dari 80% cairan. Tapi tahukah kita bahwa kualitas air itu berbeda-beda? Pada makalah ini akan dibahas tentang suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Pengukuran ini menggunakan metoda Electrical Conductivity, dimana dua buah probe dihubungkan ke larutan yang akan diukur, kemudian dengan rangkaian pemprosesan sinyal diharapkan bisa mengeluarkan output yang menunjukkan besar konduktifitas larutan tersebut, yang jika dikalikan dengan factor konversi maka akan kita dapatkan nilai kualitas air tersebut dalam TDS atau PPM.
_______________________________________________________________________________
DEFINISI TDS/PPM
TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic maupun anorganic, mis : garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dll. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia (misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan, makanan, dll)
Sampai saat ini ada dua metoda yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Ada pun dua metoda pengukuran TDS (Total Dissolve Solid) tersebut adalah :
  1. Gravimetry
  2. Electrical Conductivity
Diantara kedua metoda pengukuran TDS tersebut, yang akan dibahas pada makalah ini adalah metode ke-dua, yaitu menggunakan prinsip Electrical Conductivity. Namun sebagai informasi, bahwa sebenarnya cara yang paling baik dan paling akurat untuk mengukur TDS adalah menggunakan metoda Gravimetry sebab keakuratannya bisa sampai 0.0001 gram.
ELECTRICAL CONDUCTIVITY
EC (Electrical Conductivity) atau konduktansi adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G) merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan matematisnya adalah :
G = 1 / R
Note : Pada literatur lainnya, simbol untuk konduktansi adalah σ, γ atau κ.
Sehingga dengan menggunakan Hukum Ohm, maka didapatkan definisi lainnya :

V = I x R
I = G x E
Secara definisi diatas : jika dua plat yang diletakkan dalam suatu larutan diberi beda potensial listrik (normalnya berbentuk sinusioda), maka pada plat tersebut akan mengalir arus listrik.
Konduktansi suatu larutan akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam larutan tersebut. Namun pada beberapa situasi hal ini tidak berlaku, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Terlihat pada grafik diatas bahwa pada Sodium Chlorida, konduktansi sebanding dengan konsentrasi ion-ion (semakin besar konsentrasi ion-ion pada Sodium Chlorida semakin besar pula nilai konduktansinya). Namun pada Sulfuric Acid, konduktansi akan linear terhadap perubahan konsentrasi ion hanya pada batas tertentu. Untuk konsentrasi ion yang lebih tinggi lagi, maka konduktansi menjadi tidak linear.
Satuan dasar untuk konduktansi adalah Siemens (S), dan formalnya menggunakan satuan Mho (kebalikan dari Ohm). Karena luas penampang plat dan jarak antar plat juga mempengaruhi konduktansi, maka secara matematis ditulis dengan :
C = G x ( L / A )
Dimana :
C : Konduktansi spesifik (S)
G : Konduktansi yang terukur (S)
L : Jarak antar plat (cm)
A : Luas penampang plat (cm2)

Sehingga satuan konduktansi menjadi Siemens/cm (S/cm). Besarnya pengaruh elektroda (L/A) akan mempengaruhi juga range pengukuran. Pada table dibawah ini terlihat bahwa range pengukuran konduktansi berubah ketika pengaruh elektroda (L/A) berubah.
Elektroda (dalam cm)
Range Konduktansi (dalam μS/cm)
0,1
0,5 s/d 400
1,0
10 s/d 2.000
10,0
1.000 s/d 200.000
Tabel 1 : Pengaruh penampang Elektroda terhadap konduktansi
Konduktansi dipengaruhi pula oleh temperatur. Dalam sebuah metal, konduktansi menurun dengan naiknya temperatur, namun dalam sebuah semikonduktor, konduktansi akan makin besar dengan makin tingginya temperatur. Untuk ini maka diperlukan kompensasi, yaitu dengan menggunakan rumus :
dimana :
σT1 = Electrical Conductivity pada suhu yang diukur
σT = Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)
Dibawah ini beberapa koefisien temperatur pada beberapa bahan terlarut
Bahan (pd 25˚C)
Alpha (α)
Tabel 2 : Koefisien temperatur pengkompensasi konduktansi
HUBUNGAN TDS/PPM DAN EC
1 μS/cm = 1 x 10-6 S/cm
1 S/cm = 1 Mho/cm
1 μS/cm = 0.5 ppm
1 ppm = 2 μS/cm
2K ppm = 4K μS/cm = 4 mS/cm = ¼K Ohm = 250 Ohm
250 ppm = 0,5K μS/cm = 0,5 mS/cm = 1/0,5K Ohm = 2K Ohm
10 ppm = 20 μS/cm = 1/20M Ohm = 0,05M Ohm = 50K Ohm
Note : Belum ada standar baku untuk mengubah satuan EC menjadi PPM. Convertion Factor yang digunakan bermacam-macam. Pole-Parmer menggunakan 0,5 sebagai Convertion Factor-nya, namun Department of Suistainability and Environment (State of Victoria) menggunakan Convertion Factor sebesar 0,6. Dalam makalah ini akan digunakan Convertion Factor sebesar 0.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar