TDS Meter
Air adalah molekul yang paling
banyak ada di alam. Bahkan tubuh manusia sendiri tersusun dari 80% cairan. Tapi
tahukah kita bahwa kualitas air itu berbeda-beda? Pada makalah ini akan dibahas
tentang suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan.
Pengukuran ini menggunakan metoda Electrical Conductivity, dimana dua buah
probe dihubungkan ke larutan yang akan diukur, kemudian dengan rangkaian
pemprosesan sinyal diharapkan bisa mengeluarkan output yang menunjukkan besar
konduktifitas larutan tersebut, yang jika dikalikan dengan factor konversi maka
akan kita dapatkan nilai kualitas air tersebut dalam TDS atau PPM.
_______________________________________________________________________________
DEFINISI TDS/PPM
TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic maupun anorganic, mis : garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dll. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia (misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan, makanan, dll)
Sampai saat ini ada dua metoda yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Ada pun dua metoda pengukuran TDS (Total Dissolve Solid) tersebut adalah :
TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic maupun anorganic, mis : garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dll. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia (misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan, makanan, dll)
Sampai saat ini ada dua metoda yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Ada pun dua metoda pengukuran TDS (Total Dissolve Solid) tersebut adalah :
- Gravimetry
- Electrical Conductivity
Diantara kedua metoda pengukuran TDS
tersebut, yang akan dibahas pada makalah ini adalah metode ke-dua, yaitu
menggunakan prinsip Electrical Conductivity. Namun sebagai informasi,
bahwa sebenarnya cara yang paling baik dan paling akurat untuk mengukur TDS
adalah menggunakan metoda Gravimetry sebab keakuratannya bisa sampai
0.0001 gram.
ELECTRICAL CONDUCTIVITY
EC (Electrical Conductivity) atau konduktansi adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G) merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan matematisnya adalah :
EC (Electrical Conductivity) atau konduktansi adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G) merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan matematisnya adalah :
G = 1 / R
Note : Pada literatur lainnya,
simbol untuk konduktansi adalah σ, γ atau κ.
Sehingga dengan menggunakan Hukum
Ohm, maka didapatkan definisi lainnya :
V = I x R
I = G x E
Secara definisi diatas : jika dua plat
yang diletakkan dalam suatu larutan diberi beda potensial listrik (normalnya
berbentuk sinusioda), maka pada plat tersebut akan mengalir arus listrik.
Konduktansi suatu larutan akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam larutan tersebut. Namun pada beberapa situasi hal ini tidak berlaku, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Konduktansi suatu larutan akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam larutan tersebut. Namun pada beberapa situasi hal ini tidak berlaku, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Terlihat pada grafik diatas bahwa
pada Sodium Chlorida, konduktansi sebanding dengan konsentrasi ion-ion (semakin
besar konsentrasi ion-ion pada Sodium Chlorida semakin besar pula nilai
konduktansinya). Namun pada Sulfuric Acid, konduktansi akan linear terhadap
perubahan konsentrasi ion hanya pada batas tertentu. Untuk konsentrasi ion yang
lebih tinggi lagi, maka konduktansi menjadi tidak linear.
Satuan dasar untuk konduktansi adalah Siemens (S), dan formalnya menggunakan satuan Mho (kebalikan dari Ohm). Karena luas penampang plat dan jarak antar plat juga mempengaruhi konduktansi, maka secara matematis ditulis dengan :
Satuan dasar untuk konduktansi adalah Siemens (S), dan formalnya menggunakan satuan Mho (kebalikan dari Ohm). Karena luas penampang plat dan jarak antar plat juga mempengaruhi konduktansi, maka secara matematis ditulis dengan :
C = G x ( L / A )
Dimana :
C : Konduktansi spesifik (S)
G : Konduktansi yang terukur (S)
L : Jarak antar plat (cm)
A : Luas penampang plat (cm2)
G : Konduktansi yang terukur (S)
L : Jarak antar plat (cm)
A : Luas penampang plat (cm2)
Sehingga satuan konduktansi menjadi
Siemens/cm (S/cm). Besarnya pengaruh elektroda (L/A) akan mempengaruhi juga
range pengukuran. Pada table dibawah ini terlihat bahwa range pengukuran konduktansi
berubah ketika pengaruh elektroda (L/A) berubah.
Elektroda
(dalam cm)
|
Range
Konduktansi (dalam μS/cm)
|
0,1
|
0,5
s/d 400
|
1,0
|
10
s/d 2.000
|
10,0
|
1.000
s/d 200.000
|
Tabel 1 : Pengaruh penampang
Elektroda terhadap konduktansi
Konduktansi dipengaruhi pula oleh
temperatur. Dalam sebuah metal, konduktansi menurun dengan naiknya temperatur,
namun dalam sebuah semikonduktor, konduktansi akan makin besar dengan makin
tingginya temperatur. Untuk ini maka diperlukan kompensasi, yaitu dengan
menggunakan rumus :
dimana :
σT1 = Electrical
Conductivity pada suhu yang diukur
σT = Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)
σT = Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)
Dibawah ini beberapa koefisien
temperatur pada beberapa bahan terlarut
Bahan
(pd 25˚C)
|
Alpha
(α)
|
Tabel 2 : Koefisien temperatur
pengkompensasi konduktansi
HUBUNGAN TDS/PPM DAN EC
1 μS/cm = 1 x 10-6 S/cm
1 S/cm = 1 Mho/cm
1 μS/cm = 0.5 ppm
1 ppm = 2 μS/cm
1 μS/cm = 1 x 10-6 S/cm
1 S/cm = 1 Mho/cm
1 μS/cm = 0.5 ppm
1 ppm = 2 μS/cm
2K ppm = 4K μS/cm = 4 mS/cm = ¼K Ohm
= 250 Ohm
250 ppm = 0,5K μS/cm = 0,5 mS/cm = 1/0,5K Ohm = 2K Ohm
10 ppm = 20 μS/cm = 1/20M Ohm = 0,05M Ohm = 50K Ohm
250 ppm = 0,5K μS/cm = 0,5 mS/cm = 1/0,5K Ohm = 2K Ohm
10 ppm = 20 μS/cm = 1/20M Ohm = 0,05M Ohm = 50K Ohm
Note : Belum ada standar baku untuk
mengubah satuan EC menjadi PPM. Convertion Factor yang digunakan
bermacam-macam. Pole-Parmer menggunakan 0,5 sebagai Convertion Factor-nya,
namun Department of Suistainability and Environment (State of Victoria) menggunakan
Convertion Factor sebesar 0,6. Dalam makalah ini akan digunakan Convertion
Factor sebesar 0.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar